Indonesia adalah Negara yang memiliki
penduduk terbanyak keempat di dunia dan penduduknya mayoritas adalah beragama
muslim, pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat signifikan di Negara
kesatuan republik Indonesia ini dalam pengembangan sumber daya manusia dan
pembangunan karakter, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan sebuah
cerminan masyarakat islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin,
rahmat bagi seluruh alam semesta ini.
Namun pada faktanya hingga saat ini
pendidikan Islam masih saja mengalami berbagai permasalahan yang begitu
kompleks, dari permasalahan secara konseptual–teoritis, hingga persoalan
operasional-praktis. Tidak terselesaikannya persoalan ini menjadikan
pendidikan islam tertinggal dengan lembaga pendidikan formal, baik jika dilihat secara kuantitatif maupun kualitatifnya, pendidikan islam di
Indonesia memiliki kesan sebagai pendidikan “kelas dua”. Jadi tidak heran
jika kemudian banyak dari generasi muslim yang justru menempuh pendidikan di
lembaga pendidikan non Islam.
Ada banyak hal yang menyebutkan bahwa
ketertinggalan pendidikan islam disebabkan oleh terjadinya penyempitan terhadap
pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang
terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang tentunya
terpisah dengan kehidupan jasmani. Jika kita lihat fakta dan kondisi pendidikan
di Indonesia pada saat ini, kita bisa melihat berbagai fenomena dan
fakta kasus yang menyoroti kualitas sumber daya manusia di Indonesia yang
masih tergolong rendah dan tidak mempunyai kemampuan atau skill yang mumpuni.
Di sebutkan dalam buku “pendidikan holistik” oleh Dr. Amie Primarni Khairunnas, S.HI bahwa penyebab masih rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia
ini di sebabkan karena pada saat zaman kemerdekaan republik Indonesia pada
era dulu, bahwasanya Indonesia belum memiliki visi dan strategi yang jitu
dalam membawa bangsa ini mencapai kejayaan di masa depan. Dan jika kita lihat
Negara lain yang sebelumnya mengalami kekacauan dan kehancuran akibat dampak
dari perang dunia ke 2 mereka mampu bangkit jauh lebih baik dari Negara
Indonesia, sebagai contohnya Negara jepang dan jerman. Dalam menata kembali
kehidupannya menuju kehidupan yang lebih baik, mereka memprioritaskan
terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dengan melatih kurang lebih 60
persen warganya untuk memiliki pendidikan keterampilan.
Sebelum saya menjelaskan lebih jauh
mengenai pendidikan holistik, bahwasanya mayoritas pendidikan di Indonesia
sejak usia SD sudah habis energinya mengikuti pembelajaran yang di rancang
agar mereka tidak mampu mengikutinya. Selain itu juga metode pembelajaran di
kelas banyak yang menyalahi teori-teori perkembangan anak. Hasilnya adalah
generasi yang tidak percaya diri. Di tambah dengan vonis ranking di sekolah,
maka sempurnalah keterpurukan sumber daya manusia di Indonesia.
Jika saya bahas dalam sudut pandang
psikologi perkembangan, menurut bukunya (Elizabeth B. Hurlock: 115) siswa di
kelas dalam kasus percaya diri ini, baik itu dalam segi kepercayaan diri
untuk berbicara maupun dalam sosialisasi sehari hari. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri anak dalam berbicara di antaranya adalah:
Pertama adalah berkenaan dengan
intelegesi anak, bahwasanya semakin cerdas anak semakin cepat
keterampilan berbicara dikuasai sehingga cepat dapat ia berbicara. Kedua
adalah jenis disiplin. Dari segi disiplin, bahwasanya anak yang di
besarkan dengan disiplin yang lemah lebih banyak berbicara dari pada anak yang
orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa “anak-anak harus dilihat
tetapi tidak didengar”. Ketiga adalah posisi urutan lahir. Dalam faktor ini,
dicontohkan bahwasanya anak sulung yang di dorong untuk lebih banyak bicara
dari pada adiknya dan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara
dengan adiknya. Keempat, besarnya keluarga. Anak tunggal didorong untuk lebih
banyak bicara dari pada anak-anak dari keluarga besar dan orang tuanya
mempunyai lebih banyak waktu untuk berbicara dengannya. Kelima adalah status sosial. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung
kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah dan atas. Pembicaraan
antara anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk
berbicara. Dan yang keenam adalah status ras, yang mana tolak ukur dari
mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak berkulit
hitam dapat disebabkan sebagian karena mereka di besarkan dalam rumah-rumah
dimana tidak ada ayah, atau di mana kehidupan keluarga tidak teratur karena
banyaknya anak. Demikian adalah sebagian faktor yang mempengaruhi SDA manusia
Indonesia, yang lebih tepatnya jika dilihat dalam sudut pandang psikologi.
Kembali ke bahasan mengenai pendidikan holistik, jika dilihat dan kita kaji
dari sejarah yang terkandung di dalamnya, konsep pendidikan holistik
memang bukanlah sesuatu yang baru. Di belahan bumi barat, konsep
pendidikan holistik telah berkembang dengan teramat baik. Namun di sisi
lain, pendidikan holistik di barat mengabaikan campur tangan dari agama
di dalamnya dan tentunya jauh dari konsep tuhan (sekuler). Oleh karena itu,
setelah kita mengetahui fakta sebenarnya bahwa pendidikan holistik mengabaikan
peranan agama dan tuhan, kita pun perlu menggali model pendidikan holistik yang
berasal dari pemikiran Islam. Sejarah pun mencatat, perkembangan
pendidikan Islam telah dimulai sejak zaman Rasulullah Saw. Puncaknya itu
terjadi pada abad ke 9 ketika islam menjadi pusat peradaban dunia. Dan kita pun
mengetahui bahwasanya islam telah melahirkan banyak pemikir pendidikan,
seperti salah satunya adalah Al-Ghazali dan Ibnu Sina dari era klasik. Kemudian
pula kita tau ada tokoh bernama Syed Naquib Al-Attas di era kontemporer. Para
sarjana ini berupaya mengintegrasikan sains dengan pandangan normative islam
dalam pendidikan. Dalam catatan sejarah istilah holistik pertama kali di
perkenalkan oleh Aristoteles dan Plato, yang memahami makna holistik sebagai
keseimbangan antara tubuh, jiwa dan ruh. Meskipun secara konseptual Islam
mengajarkan pendidikan holistik, namun pemisahan antara sains dan agama dalam pendidikan
Islam tetap terjadi.
Jadi bagaimana peranan sistem pendidikan holistik di indonesia sendiri?dan apa tujuan dri penddikan holistik itu sendiri?
BalasHapusMungkin peranan sistem pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan pada bidang studi yang tetap berpegang teguh pada keagamaan agar tidak jauh dari yang namanya sekuler. Walau sudah terpisah antara sains dan agama dalam kenyataannya.
HapusKemudian tujuannya tadi, agar ilmu yang didapatkan dari sekolah2 yg menggunakan sistem pendidikan holistik tidak jauh dari yang namanya sekuler (tetap berpegang pada konsep agama). Dan mungkin menurut saya, sistem pendidikan holistik adalah sistem pendidikan yang menjauhkan kita dari yang namanya berilmu tanpa agama (ateis). :D
peranan dari pendidikan holistik di indonesia kurang begitu signifikan, bahwasanya disebabkan karena pendidikan islam masih saja mengalami berbagai permasalahan yang begitu kompleks, dari permasalahan secara konseptual-teoritis, hingga persoalan operasional praktis. seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, dari berbagai permasalahan tersebut yang tidak kunjung terselesaikan maka disini banyak dari masyarakat indonesia yang lebih memilih pendidikan non muslim di banding sekolah berbasis muslim.
Hapustujuan dari pendidikan holistik tersebut adalah sebagai sarana bantu pengembangan potensi individu dalam hal menciptakan situasi belajar dan pembelajaran yang lebih menyenangkan , bersifat humanis dan demokratis. kenapa harus bersifat humanis, karena secara psikologis, pendidikan yang bersifat humanis bahwasanya melihat pada setiap diri manusia itu sendirimemiliki potensi-potensi manusia yang khasjuga istimewa yang tentunya perlu untuk digali dan di kembangkan. dalam pandangan psikologi perkembangan dijelaskan pula bahwasanya pendidikan humanis nlebih bersifat memanusiakan manusia dibanding dengan pendidikan bersifat behaviorsm yang secara psikis peserta didiknya dipaksa untuk mendapat model pembelajaran yang telah di tentukan sebelumnya, seperti yang di terapakan di pendidikan non muslim.