Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Ari Andriana Cahya: Pendidikan Holistik


Indonesia adalah Negara yang memiliki penduduk terbanyak keempat di dunia dan penduduknya mayoritas adalah beragama muslim, pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat signifikan di Negara kesatuan republik Indonesia ini dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan karakter, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan sebuah cerminan masyarakat islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin,  rahmat bagi seluruh alam semesta ini.

Namun pada faktanya hingga saat ini pendidikan Islam masih saja mengalami berbagai permasalahan yang begitu kompleks, dari permasalahan secara konseptual–teoritis, hingga persoalan operasional-praktis. Tidak terselesaikannya persoalan ini menjadikan pendidikan islam tertinggal dengan lembaga pendidikan formal, baik jika dilihat secara kuantitatif maupun kualitatifnya,  pendidikan islam di Indonesia memiliki kesan sebagai pendidikan “kelas dua”.  Jadi tidak heran jika kemudian banyak dari generasi muslim yang justru menempuh pendidikan di lembaga pendidikan non Islam.

Ada banyak hal yang menyebutkan bahwa ketertinggalan pendidikan islam disebabkan oleh terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang tentunya terpisah dengan kehidupan jasmani. Jika kita lihat fakta dan kondisi pendidikan di Indonesia pada saat  ini,  kita bisa melihat berbagai fenomena dan fakta kasus yang menyoroti kualitas sumber daya manusia di Indonesia yang  masih tergolong rendah dan tidak mempunyai kemampuan atau skill yang mumpuni. Di sebutkan dalam buku “pendidikan holistik” oleh Dr. Amie Primarni Khairunnas, S.HI bahwa penyebab masih rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia ini di sebabkan  karena pada saat zaman kemerdekaan republik Indonesia pada era dulu, bahwasanya Indonesia belum  memiliki visi dan strategi yang jitu dalam membawa bangsa ini mencapai kejayaan di masa depan. Dan jika kita lihat Negara lain yang sebelumnya mengalami kekacauan dan kehancuran akibat dampak dari perang dunia ke 2 mereka mampu bangkit jauh lebih baik dari Negara Indonesia, sebagai contohnya Negara jepang dan jerman. Dalam menata kembali kehidupannya menuju kehidupan yang lebih baik, mereka memprioritaskan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dengan melatih kurang lebih 60 persen warganya untuk memiliki pendidikan keterampilan.

Sebelum saya menjelaskan lebih jauh mengenai pendidikan holistik, bahwasanya mayoritas pendidikan di Indonesia sejak  usia SD sudah habis energinya mengikuti pembelajaran yang di rancang agar mereka tidak mampu mengikutinya. Selain itu juga metode pembelajaran di kelas banyak yang menyalahi teori-teori perkembangan anak. Hasilnya adalah generasi yang tidak percaya diri. Di tambah dengan vonis ranking di sekolah, maka sempurnalah keterpurukan sumber daya manusia di Indonesia.

Jika saya bahas dalam sudut pandang psikologi perkembangan, menurut bukunya (Elizabeth B. Hurlock: 115) siswa di kelas dalam kasus percaya diri ini, baik itu dalam segi kepercayaan diri untuk berbicara maupun dalam sosialisasi sehari hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri anak dalam berbicara di antaranya adalah:

Pertama adalah berkenaan dengan intelegesi anak, bahwasanya semakin cerdas anak semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga cepat dapat ia berbicara. Kedua adalah  jenis disiplin. Dari segi disiplin, bahwasanya anak yang di besarkan dengan disiplin yang lemah lebih banyak berbicara dari pada anak yang orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa “anak-anak harus dilihat tetapi tidak didengar”. Ketiga adalah posisi urutan lahir. Dalam faktor ini, dicontohkan bahwasanya anak sulung yang di dorong untuk lebih banyak bicara dari pada adiknya dan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan adiknya. Keempat, besarnya keluarga. Anak tunggal didorong untuk lebih banyak bicara dari pada anak-anak dari keluarga besar dan orang tuanya mempunyai lebih banyak waktu untuk berbicara dengannya. Kelima adalah status sosial. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah dan atas. Pembicaraan antara anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara.  Dan yang keenam adalah status ras, yang mana tolak ukur dari mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak berkulit hitam dapat disebabkan sebagian karena mereka di besarkan dalam rumah-rumah dimana tidak ada ayah, atau di mana kehidupan keluarga tidak teratur karena banyaknya anak. Demikian adalah sebagian faktor yang mempengaruhi SDA manusia Indonesia, yang lebih tepatnya jika dilihat dalam sudut pandang psikologi. Kembali ke bahasan mengenai pendidikan holistik, jika dilihat dan kita kaji dari sejarah yang terkandung di dalamnya, konsep pendidikan holistik memang bukanlah sesuatu yang baru. Di belahan bumi barat, konsep pendidikan holistik telah berkembang dengan teramat baik. Namun di sisi lain, pendidikan holistik di barat mengabaikan campur tangan dari agama di dalamnya dan tentunya jauh dari konsep tuhan (sekuler). Oleh karena itu, setelah kita mengetahui fakta sebenarnya bahwa pendidikan holistik mengabaikan peranan agama dan tuhan, kita pun perlu menggali model pendidikan holistik yang berasal dari pemikiran Islam. Sejarah pun mencatat, perkembangan pendidikan Islam telah dimulai sejak zaman Rasulullah Saw. Puncaknya itu terjadi pada abad ke 9 ketika islam menjadi pusat peradaban dunia. Dan kita pun  mengetahui bahwasanya islam telah melahirkan banyak pemikir pendidikan, seperti salah satunya adalah Al-Ghazali dan Ibnu Sina dari era klasik. Kemudian pula kita tau ada tokoh bernama Syed Naquib Al-Attas di era kontemporer. Para sarjana ini berupaya mengintegrasikan sains dengan pandangan  normative islam dalam pendidikan. Dalam catatan sejarah istilah holistik  pertama kali di perkenalkan oleh Aristoteles dan Plato, yang memahami makna holistik sebagai keseimbangan antara tubuh, jiwa dan ruh. Meskipun secara konseptual Islam mengajarkan pendidikan holistik, namun pemisahan antara sains dan agama dalam pendidikan Islam tetap terjadi.

Komentar

  1. Jadi bagaimana peranan sistem pendidikan holistik di indonesia sendiri?dan apa tujuan dri penddikan holistik itu sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin peranan sistem pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan pada bidang studi yang tetap berpegang teguh pada keagamaan agar tidak jauh dari yang namanya sekuler. Walau sudah terpisah antara sains dan agama dalam kenyataannya.
      Kemudian tujuannya tadi, agar ilmu yang didapatkan dari sekolah2 yg menggunakan sistem pendidikan holistik tidak jauh dari yang namanya sekuler (tetap berpegang pada konsep agama). Dan mungkin menurut saya, sistem pendidikan holistik adalah sistem pendidikan yang menjauhkan kita dari yang namanya berilmu tanpa agama (ateis). :D

      Hapus
    2. peranan dari pendidikan holistik di indonesia kurang begitu signifikan, bahwasanya disebabkan karena pendidikan islam masih saja mengalami berbagai permasalahan yang begitu kompleks, dari permasalahan secara konseptual-teoritis, hingga persoalan operasional praktis. seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, dari berbagai permasalahan tersebut yang tidak kunjung terselesaikan maka disini banyak dari masyarakat indonesia yang lebih memilih pendidikan non muslim di banding sekolah berbasis muslim.
      tujuan dari pendidikan holistik tersebut adalah sebagai sarana bantu pengembangan potensi individu dalam hal menciptakan situasi belajar dan pembelajaran yang lebih menyenangkan , bersifat humanis dan demokratis. kenapa harus bersifat humanis, karena secara psikologis, pendidikan yang bersifat humanis bahwasanya melihat pada setiap diri manusia itu sendirimemiliki potensi-potensi manusia yang khasjuga istimewa yang tentunya perlu untuk digali dan di kembangkan. dalam pandangan psikologi perkembangan dijelaskan pula bahwasanya pendidikan humanis nlebih bersifat memanusiakan manusia dibanding dengan pendidikan bersifat behaviorsm yang secara psikis peserta didiknya dipaksa untuk mendapat model pembelajaran yang telah di tentukan sebelumnya, seperti yang di terapakan di pendidikan non muslim.

      Hapus

Posting Komentar