Jakarta, 10 Mei 2015
Di sini neg’ri kami tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur semuah
Di negri permai ini berjuta rakyat bersimpah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja.
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Kepadamu kami berjanji.
Penggalan lirik lagu “Darah Juang” karya John Tobing.
Mungkin, terkesan sebagai sebuah potret kehidupan bangsa Indonesia sebenarnya.
Untaian kata dari lirik pertama dan lirik kedua mungkin, hanya sebuah lagu
sederhana dan terlihat sebelah mata. Padahal, makna lirik lagu tersebut
merupakan jeritan hati terdalam para rakyat Indonesia yang di tuangkan oleh
para kaum kaula muda yang mampu berjuang keras untuk bisa memahami keadaan
negerinya yang semakin tidak kontras. Keadaan yang tidak kontras salah satunya
ialah permasalahan pendidikan di Indonesia. Permasalahan pendidikan di Indonesia
merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa ini. Dengan
berkembangnya modernisasi dan westernisasi yang memberikan dampak buruk bagi
perkembangan pendidikan Indonesia seperti, hilangnya identitas bangsa Indonesia
yang telah dimakan oleh zaman. Salah satu bentuk solusi dari permasalahan
diatas ialah dengan revitalisasi pendidikan melalui pengejawantahan
kearifan budaya lokal.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan
negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut
untuk mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia hal ini
berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang di berikan institusi pendidikan
kepada peserta didik (Mudar, 2012). Dengan itu, diperlukan sebuah
pendidikan yang bisa memacu peserta didik untuk bisa mengenali, menghargai, dan
memanfaatkan sumber daya kebudayaan lokal untuk membangun karakter anak bangsa
agar terhindar dari dekadensi moralitas seperti revolusi mental. Secara laten
revolusi mental adalah hasil dari pendidikan karakter yang dikonstruksikan
dalam pengejawetahan kearifan budaya lokal di mana, kearifan budaya lokal bangsa
Indonesia sangat beragam mulai dari kesenian, sejarah, permainan tradisional, dan
bahasa daerah.
Dalam filosofi pendidikan bawasannya, pendidikan
bukan hanya sekedar berbasis normatif. Dimana, realitas pendidikan hanya
dimaknai sebagai suatu proses kegiatan belajar mengajar di sebuah institusi
formal. Dengan mengekang peserta didik dalam sebuah penjara yang dinamakan
kelas dan di atur oleh hukum berdasarkan point dan reward.
Dengan itu, para peserta didik tidak bisa menggali kemampuan dan menurunkan
sikap percaya diri. Sedangkan, standardisasi kaku dan berlebihan adalah musuh
kreativitas yang diperkuat kutipan dari Panji Pragiwaksono yaitu “jahatnya
sistem pendidikan Indonesia, setiap anak tidak bisa yakin bahwa dia berbeda
dengan orang lain”. Makna pendidikan secara laten bawasannya pendidikan itu
harus membangun rasa kepercayaan diri peserta didik untuk bisa menggali
kemampuan, dan salah satu contohnya ialah kemampuan. Dimana sebuah pengetahuan
dan kemampuan untuk menggali kearifan budaya lokal yang di \adopsikan dalam
sebuah sistem pendidikan.
Sistem pendidikan yang diadopsikan dari kearifan budaya
lokal merupakan sarana yang urgensi dibidang pendidikan. Mengapa? karena,
kearifan budaya lokal pada zaman sekarang sudah tidak dilirik oleh generasi
muda. Karena, stereotip para generasi muda bawasannya budaya lokal itu kuno dan
tidak membawa individu ke jenjang yang lebih baik dalam berkarier. Dengan itu,
dibuatlah sebuah bidang studi yang mengintegrasikan karifan budaya lokal yaitu
MULOK (Muatan Lokal). Mulok di rancang dalam bentuk mata pelajaran yang
membantu para generasi muda untuk mempelajari kebudayaan di daerah tempat
tinggalnya seperti dibuatlah bidang studi tingkat SD yaitu PLKJ (Pendidikan
Lingkungan Kesenian Jakarta) dan PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta)
untuk tingkat SMP di DKI Jakarta, dan khususnya di daerah Jawa Barat di buatlah
mata pelajaran Bahasa Sunda yang mengonstruksikan generasi sekarang untuk bisa
mengenali,menghargai dan memanfaatkan kearifan budaya lokal.
Implikasi dari mata pelajaran untuk tingkat sekolah SD dan
SMP khususnya di DKI Jakarta memang sangat berpengaruh besar dalam diri
individu khususnya pada generasi lima tahun kebawah. Mengapa? karena, mata
pelajaran yang mengadopsikan kebudayaan lokal khususnya DKI Jakarta sangat
berpengaruh pada kehidupan bangsa dan siswa dapat mengimplementasikan dalam
kegiatan sehari-hari seperti, menghargai lingkungan, mengetahui tempat cagar
budaya di DKI Jakarta dan bermain permainan tradisional. Selain itu muatan
lokal seperti PLKJ dan PLBJ memberikan integritas anak terhadap kota Jakarta
mulai dari cerita kota Jakarta, cerita para pahlawan kota Jakarta seperti si
Pitung, Bang Bodong, si Mirna dari Marunda selain itu belajar permainan
tradisional seperti umpat batu, galasin, dll.
Pada dua tahun belakangan ini, muatan lokal pada bidang
studi PLKJ dan PLBJ sudah ditiadakan pada tahun 2015 dan pengurangan
intensitas pengajaran sudah tiga tahun kebelakang ini. Muatan lokal diperlukan
dalam mengembangkan individu dalam kebudayaan lokal. Pengaruh dari mulok
ditiadakan memang sangat terasa bagi generasi muda belakangan ini. Khususnya
anak zaman sekarang sudah tidak terintegrasi dengan masyarakat dengan
adanya gadget dan khususnya di kota besar seperti DKI Jakarta,
anak-anak tidak terlihat bermain permainan tradisional. Dalam lima tahun
belakang setiap sisi jalan dipenuhi kebisingan anak-anak, anak-anak bermain
permainan tradisional seperti umat batu, nenek grondong, galaksi maupun
demprak.
Secara laten, permainan tradisional memberikan pengaruh
besar bagi perkembangan anak menuju kedewasaan. Seperti, bekerjasama dalam
kelompok, sportif, dan mencintai permainan dari asal daerahnya serta
membangun dan menumbuhkan sikap nasionalisme. Revolusi mental yang digencarkan
oleh presiden kita saat ini memang berpengaruh dalam berbangsa dan
bernegara untuk bisa menghadapi berbagai bentuk masalah bangsa, salah satunya
ialah pengaruh besar dengan adanya westernisasi dan globalisasi yang menghantam
anak-anak bangsa Indonesia berimplikasi pada dekadensi moralitas yaitu
individualis, sekuler, dan apatis terhadap bangsa dan negaranya. Selain itu,
kurangnya komunikasi antara anak dengan lingkungan bermain dan komunikasi
antara anak dengan orang tua. Tetapi, yang dipermasalahkan saat ini ialah
implementasi revolusi mental yang tidak dapat dilihat secara nyata dengan tanda
kutip ialah hanya utopis belakang. Berbeda dengan anak zaman dahulu yang masih
mempertahankan permainan asalnya daerahnya. Tetapi sebuah potret yang
miris ialah peran orang tua yang mendidik anaknya dengan memperbolehkan
westernisasi dan globalisasi masuk ke dunia anak tanpa di filter terlebih dahulu
salah satu hal yang terkecil ialah gadget yang harus mampu
dibeli orang tua untuk menghibur anaknya dan ketakutan orang tua terhadap anaknya
yang ketinggalan oleh zaman.
Berkembangnya westernisasi dan globalisasi berpengaruh pada
moralitas anak-anak Indonesia salah satunya informasi yang lagi tren ialah anak
sma yang memarahi seorang polisi wanita (Polwan) dikarenakan ditegur melanggar
lalu lintas dengan membawa mobil dan melakukan kegiatan coret-coretan setelah
akhir ujian nasional. Dengan masalah tersebut maka, siapakah yang harus
disalahkan? Tidak, perlu untuk menyalahkan bawasannya diperlukan peran aktif
orang tua, sekolah dan pemerintah untuk menghambat dekadensi moral bangsa
Indonesia. Tak heran jikalau korupsi, pergaulan bebas dan narkoba tidak bisa
cepat untuk diselesaikan dengan cacatnya moral bangsa Indonesia. solusinya
ialah, dengan membiasakan diri atau membuat sebuah kultur bagi pengembangan
moral dan tidak perlu hukum yang mengikat dikarenakan hukuman tidak bisa
membuat seseorang jera. Oleh karena itu pesan bagi penulis ialah untuk
anak-anak Indonesia dalam melakukan segala hal diperlukan sebuah kedewasaan diri.
Kedewasaan diri Untuk bisa memfilter yang baik dan buruk salah satunya ialah
globalisasi dan westernisasi. Untuk menghadap itu semua dengan membuat bingkai
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan kebutuhan diri, dengan begitu
secara langsung kuantitas akan dekadensi moral bangsa Indonesia akan sedikit
demi sedikit hilang dan mampu membawa perubahan peradaban Indonesia
sesungguhnya. Karena, Kalau bukan kita siapa lagi yang mampu membangun bangsa
Indonesia di masa akan datang dengan partisipasi aktif untuk bangsa Indonesia.
Inilah merupakan bentuk dari revitalisasi mikro dalam
pendidikan Indonesia. Bawasannya secara laten pendidikan tidak harus
di sekolah tetapi pendidikan juga bisa dilaksanakan dalam ruang lingkup terkecil
ialah rumah dan lingkungan masyarakat. Sekarang peran dari agen sosialisasi
pertama yaitu keluarga untuk bisa mengenali dan melaksanakan lalu,
diperlukan peran dari sosialisasi yang kedua yaitu lingkungan sebagai agen
sosialisasi berpengaruh terbesar bagi peserta didik. Karena, anak-anak
merupakan sebuah modal bangsa di masa akan datang, tak terkecuali bangsa
Indonesia dengan bonus demografi penduduk yang banyak merupakan sebuah
tantangan terbesar untuk bisa mengembangkan, mengelola dan mengalokasi sumber
daya manusia dengan baik. Dengan itu diperlukan kerjasama yang baik antara
pemerintah, sekolah dan orang tua.
Sumber:
Mudar, Utami. 2012. Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar