Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Dini Sintia Dewi: Revitalisasi Pendidikan Melalui Pengejawantahan Kearifan Budaya Lokal


Jakarta, 10 Mei 2015

Di sini neg’ri kami tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur semuah
Di negri permai ini berjuta rakyat bersimpah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja.
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Kepadamu kami berjanji.

Penggalan lirik lagu “Darah Juang” karya John Tobing. Mungkin, terkesan sebagai sebuah potret kehidupan bangsa Indonesia sebenarnya. Untaian kata dari lirik pertama dan lirik kedua mungkin, hanya sebuah lagu sederhana dan terlihat sebelah mata. Padahal, makna lirik lagu tersebut merupakan jeritan hati terdalam para rakyat Indonesia yang di tuangkan oleh para kaum kaula muda yang mampu berjuang keras untuk bisa memahami keadaan negerinya yang semakin tidak kontras. Keadaan yang tidak kontras salah satunya ialah permasalahan pendidikan di Indonesia. Permasalahan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa ini. Dengan berkembangnya modernisasi dan westernisasi yang memberikan dampak buruk bagi perkembangan pendidikan Indonesia seperti, hilangnya identitas bangsa Indonesia yang telah dimakan oleh zaman. Salah satu bentuk solusi dari permasalahan diatas ialah dengan revitalisasi pendidikan melalui pengejawantahan kearifan budaya lokal.

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut untuk mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang di berikan institusi pendidikan kepada peserta didik (Mudar, 2012). Dengan itu, diperlukan sebuah pendidikan yang bisa memacu peserta didik untuk bisa mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya kebudayaan lokal untuk membangun karakter anak bangsa agar terhindar dari dekadensi moralitas seperti revolusi mental. Secara laten revolusi mental adalah hasil dari pendidikan karakter yang dikonstruksikan dalam pengejawetahan kearifan budaya lokal di mana, kearifan budaya lokal bangsa Indonesia sangat beragam mulai dari kesenian, sejarah, permainan tradisional, dan bahasa daerah.

Dalam filosofi pendidikan bawasannya, pendidikan  bukan hanya sekedar berbasis normatif. Dimana, realitas pendidikan hanya dimaknai sebagai suatu proses kegiatan belajar mengajar di sebuah institusi formal. Dengan mengekang peserta didik dalam sebuah penjara yang dinamakan  kelas dan di atur oleh hukum berdasarkan point dan reward. Dengan itu, para peserta didik tidak bisa menggali kemampuan dan menurunkan sikap percaya diri. Sedangkan, standardisasi kaku dan berlebihan adalah musuh kreativitas yang diperkuat kutipan dari Panji Pragiwaksono yaitu “jahatnya sistem pendidikan Indonesia, setiap anak tidak bisa yakin bahwa dia berbeda dengan orang lain”. Makna pendidikan secara laten bawasannya pendidikan itu harus membangun rasa kepercayaan diri peserta didik untuk bisa menggali kemampuan, dan salah satu contohnya ialah kemampuan. Dimana sebuah pengetahuan dan kemampuan untuk menggali kearifan budaya lokal yang di \adopsikan dalam sebuah sistem pendidikan.

Sistem pendidikan yang diadopsikan dari kearifan budaya lokal merupakan sarana yang urgensi dibidang pendidikan. Mengapa? karena, kearifan budaya lokal pada zaman sekarang sudah tidak dilirik oleh generasi muda. Karena, stereotip para generasi muda bawasannya budaya lokal itu kuno dan tidak membawa individu ke jenjang yang lebih baik dalam berkarier. Dengan itu, dibuatlah sebuah bidang studi yang mengintegrasikan karifan budaya lokal yaitu MULOK (Muatan Lokal).  Mulok di rancang dalam bentuk mata pelajaran yang membantu para generasi muda untuk mempelajari kebudayaan di daerah tempat tinggalnya seperti dibuatlah bidang studi tingkat SD yaitu PLKJ (Pendidikan Lingkungan Kesenian Jakarta) dan PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta)  untuk tingkat SMP di DKI Jakarta, dan khususnya di daerah Jawa Barat di buatlah mata pelajaran Bahasa Sunda yang mengonstruksikan generasi sekarang untuk bisa mengenali,menghargai dan memanfaatkan kearifan budaya lokal.

Implikasi dari mata pelajaran untuk tingkat sekolah SD dan SMP khususnya di DKI Jakarta memang sangat berpengaruh besar dalam diri individu khususnya pada generasi lima tahun kebawah. Mengapa? karena, mata pelajaran yang mengadopsikan kebudayaan lokal khususnya DKI Jakarta sangat berpengaruh pada kehidupan bangsa dan siswa dapat mengimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari seperti, menghargai lingkungan, mengetahui tempat cagar budaya di DKI Jakarta dan bermain permainan tradisional. Selain itu muatan lokal seperti PLKJ dan PLBJ memberikan integritas anak terhadap kota Jakarta mulai dari cerita kota Jakarta, cerita para pahlawan kota Jakarta seperti si Pitung, Bang Bodong, si Mirna dari Marunda selain itu belajar permainan tradisional seperti umpat batu, galasin, dll.

Pada dua tahun belakangan ini, muatan lokal pada bidang studi PLKJ dan PLBJ sudah ditiadakan pada tahun 2015 dan  pengurangan intensitas pengajaran sudah tiga tahun kebelakang ini. Muatan lokal diperlukan dalam mengembangkan individu dalam kebudayaan lokal. Pengaruh dari mulok ditiadakan memang sangat terasa bagi generasi muda belakangan ini. Khususnya anak zaman sekarang sudah tidak terintegrasi dengan masyarakat dengan adanya gadget dan khususnya di kota besar seperti DKI Jakarta, anak-anak tidak terlihat bermain permainan tradisional. Dalam lima tahun belakang setiap sisi jalan dipenuhi kebisingan anak-anak, anak-anak bermain permainan tradisional seperti umat batu, nenek grondong, galaksi maupun demprak.

Secara laten, permainan tradisional memberikan pengaruh besar bagi perkembangan anak menuju kedewasaan. Seperti, bekerjasama dalam kelompok, sportif, dan mencintai permainan dari asal daerahnya serta membangun dan menumbuhkan sikap nasionalisme. Revolusi mental yang digencarkan oleh presiden kita saat ini memang berpengaruh dalam  berbangsa dan bernegara untuk bisa menghadapi berbagai bentuk masalah bangsa, salah satunya ialah pengaruh besar dengan adanya westernisasi dan globalisasi yang menghantam anak-anak bangsa Indonesia berimplikasi pada dekadensi moralitas yaitu individualis, sekuler, dan apatis terhadap bangsa dan negaranya. Selain itu, kurangnya komunikasi antara anak dengan lingkungan bermain dan komunikasi antara anak dengan orang tua. Tetapi, yang dipermasalahkan saat ini ialah implementasi revolusi mental yang tidak dapat dilihat secara nyata dengan tanda kutip ialah hanya utopis belakang. Berbeda dengan anak zaman dahulu yang masih mempertahankan permainan asalnya daerahnya. Tetapi  sebuah potret yang miris ialah peran orang tua yang mendidik anaknya dengan memperbolehkan westernisasi dan globalisasi masuk ke dunia anak tanpa di filter terlebih dahulu salah satu hal yang terkecil ialah gadget yang harus mampu dibeli orang tua untuk menghibur anaknya dan ketakutan orang tua terhadap anaknya yang ketinggalan oleh zaman.

Berkembangnya westernisasi dan globalisasi berpengaruh pada moralitas anak-anak Indonesia salah satunya informasi yang lagi tren ialah anak sma yang memarahi seorang polisi wanita (Polwan) dikarenakan ditegur melanggar lalu lintas dengan membawa mobil dan melakukan kegiatan coret-coretan setelah akhir ujian nasional. Dengan masalah tersebut maka, siapakah yang harus disalahkan? Tidak, perlu untuk menyalahkan bawasannya diperlukan peran aktif orang tua, sekolah dan pemerintah untuk menghambat dekadensi moral bangsa Indonesia. Tak heran jikalau korupsi, pergaulan bebas dan narkoba tidak bisa cepat untuk diselesaikan dengan cacatnya moral bangsa Indonesia. solusinya ialah, dengan membiasakan diri atau membuat sebuah kultur bagi pengembangan moral dan tidak perlu hukum yang mengikat dikarenakan hukuman tidak bisa membuat seseorang jera. Oleh karena itu pesan bagi penulis ialah untuk anak-anak Indonesia dalam melakukan segala hal diperlukan sebuah kedewasaan diri. Kedewasaan diri Untuk bisa memfilter yang baik dan buruk salah satunya ialah globalisasi dan westernisasi. Untuk menghadap itu semua dengan membuat bingkai sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan kebutuhan diri, dengan begitu secara langsung kuantitas akan dekadensi moral bangsa Indonesia akan sedikit demi sedikit hilang dan mampu membawa perubahan peradaban Indonesia sesungguhnya. Karena, Kalau bukan kita siapa lagi yang mampu membangun bangsa Indonesia di masa akan datang dengan partisipasi aktif untuk bangsa Indonesia.

Inilah merupakan bentuk dari revitalisasi mikro dalam pendidikan Indonesia. Bawasannya secara laten pendidikan tidak harus di sekolah tetapi pendidikan juga bisa dilaksanakan dalam ruang lingkup terkecil ialah rumah dan lingkungan masyarakat. Sekarang peran dari agen sosialisasi pertama yaitu keluarga untuk bisa mengenali dan melaksanakan lalu, diperlukan peran dari sosialisasi yang kedua yaitu lingkungan sebagai agen sosialisasi berpengaruh terbesar bagi peserta didik. Karena, anak-anak merupakan sebuah modal bangsa di masa akan datang, tak terkecuali bangsa Indonesia dengan bonus demografi penduduk yang banyak merupakan sebuah tantangan terbesar untuk bisa mengembangkan, mengelola dan mengalokasi sumber daya manusia dengan baik. Dengan itu diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, sekolah dan orang tua.

Sumber:
Mudar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Komentar