Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Frencindy Yollandari: Pendidikan untuk Indonesia


Pendidikan merupakan hal yang penting untuk menunjang kehidupan yang lebih baik. Karena bila kita mendapat ilmu maka kita akan terus berpikir terbuka. Pendidikan berhak di dapatkan oleh setiap manusia. Baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah, baik bagi orang normal atau pun yang berkebutuhan khusus sekalipun. Pendidikan bisa merubah kehidupan menjadi lebih baik, dan bangsa menjadi lebih maju.

Bila kita lihat pendidikan itu sangat penting, maka seharusnya sistem pendidikan harus dibuat secara baik agar penerima pendidikan itu bisa terus berpikir kritis untuk merubah suatu keadaan agar lebih baik. Pendidikan di Indonesia menuai banyak pertanyaan yang patut dipertanyakan kepada pembuat sistem pendidikan itu sendiri. Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kebijakan pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan di Indonesia bisa dibilang mencanangkan pendidikan nasional, yang secara sistem dan ketentuannya dibuat oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah atau kurikulum yang ada.

Mu’arif dalam bukunya menjelaskan bahwa pendidikan nasional yang berada di bawah bayang-bayang ideologi penguasa kemudian menjelma menjadi jalur paling efektif untuk melanggengkan kekuasaan. Artinya bahwa seringkali para elit politik menggunakan pendidikan untuk kepentingannya semata. Bahkan yang lebih parah ketika pendidikan nasionalis mengabaikan pendidikan untuk kalangan menengah bawah. Karena pendidikan nasionalis pada dasarnya menginginkan suatu pemikiran yang modern yang dapat memberikan inovasi-inovasi yang baru, dan utamanya adalah membuat politik di Indonesia lebih maju. Indonesia diinginkan agar maju, tetapi merelakan rakyat menengah ke bawah untuk tidak dapat mengenyam pendidikan yang dibuat pemerintah yang tak jarang terbilang mahal.

Dalam bukunya, Mu’arif menjelaskan bahwa pendidikan nasionalis di Indonesia terdapat dua kebijakan yang berbeda. Ia menjelaskan tentang ‘Dualisme Pendidikan Nasional’ melalui perspektif historis. Menurutnya, pendidikan nasionalis dibagi menjadi “Pendidikan Umum” dan “Pendidikan Agama”.

Sebelum menjelaskan tentang pendidikan nasionalis kita akan melihat paradigma pendidikan kontemporer yang ada banyak diadopsi oleh para pakar pendidikan kita saat ini. Terdapat tiga paradigma dalam pendidikan kontemporer, yaitu Pendidikan Konservatif, Pendidikan Liberal, dan Pendidikan Kritis.
  1. Pendidikan konservatif adalah pendidikan yang orientasinya mempertahankan nilai-nilai normatif yang telah mapan (status quo). Pendidikan yang tidak jauh berbeda dengan proses transfer ilmu, dari pendidik ke peserta didik. Pendidikan konservatif banyak dibilang sebagai pendidikan yang kolot, karena pendidikan konservatif cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir pandangan-pandangan baru (eksklusif).
  2. Pendidikan liberal merupakan pendidikan yang lebih modern dan mempunyai banyak inovasi baru yang dapat mengembangkan potensi peserta didik. Menurut pandangan ini, manusia menjadi pelaku aktif bagi seluruh kehidupannya. Artinya manusialah yang menentukan suatu keadaan ke depannya
  3. Pendidikan kritis bisa dilihat dengan penjelasan dari tokoh bernama Paulo Freire. Paulo Friere menjelaskan bahwa proses pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Artinya manusia merupakan subyek aktif dalam proses pendidikan, baik itu pendidik ataupun peserta didik. Dan menurut Freire, manusia bebas dalam melakukan pendidikan tanpa adanya eksploitasi bagi manusia itu sendiri.

Pendidikan umum adalah pendidikan yang dianut atau diciptakan dari kolonial Belanda pada masa penjajahan saat itu. Pendidikan umum bisa diartikan sebagai pendidikan yang berbasis dari pendidikan di Barat. Pendidikan umum adalah pendidikan yang bisa dibilang lebih modern dan bersifat liberalis. Karena pendidikan yang memang dibuat oleh para penjajah saat itu merupakan pendidikan yang digunakan untuk kalangan elit atau para masyarakat yang terbilang menengah ke atas, yang menurut mereka pemikirannya lebih modern daripada pendidikan yang sudah berkembang pada masa itu di Indonesia. Pendidikan umum terbilang cukup mahal, karena memang dalam prinsipnya pendidikan umum ini mengedepankan potensi dan kemampuan peserta didik maka harus membuat inovasi yang tak murah harganya. Maka tak heran, pendidikan umum ini hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit atau kalangan yang mempunyai uang banyak saja. Pendidikan umum di Indonesia ini di pegang dalam naungan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).

Sedangkan pendidikan agama sebenarnya merupakan pendidikan yang sudah ada dan berkembang dari dulu di masyarakat Indonesia. Pendidikan agama ini berkembang dari pendidikan di Jawa pada saat itu yang menerapkan sistem pesantren dan cenderung mempelajari hal-hal agama (Islam). Pendidikan yang berkembang di Jawa pada saat itu memang dilakukan karena masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia pada saat itu kebanyakan menganut agama Islam. Pendidikan agama ini masih di sebut sebagai pendidikan konservatif atau kolot, karena pendidikan agama di anggap masih mengajarkan hal-hal yang terdahulu kepada peserta didiknya. Pendidikan agama merupakan pendidikan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai agama dalam proses pembelajarannya. Pendidikan agama ini bebas dan terbilang murah sehingga masyarakat dari kalangan apapun akan bisa tetap mendapat pendidikan. Pendidikan agama ini di pegang dalam naungan Departemen Agama (Depag).

Bisa kita lihat bahwa terdapat dua pendidikan yang berbeda di Indonesia. Mu’arif menjelaskan bahwa ia lebih ingin bila pendidikan di Indonesia bersifat pendidikan kritis, yaitu tidak adanya pembedaan dan pendidikan bergerak hanya karena kepentingan pendidikan yang memang diperlukan untuk seluruh masyarakat Indonesia bukan hanya untuk kalangan elit saja. Pendidikan seharusnya bisa di dapatkan oleh siapapun, karena pendidikan merupakan modal utama untuk kesuksesan bagi para peserta didik dalam membangun bangsa. Pendidikan di Indonesia seharusnya dibuat perubahan untuk ke depannya.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, format pendidikan nasional akan diusahakan dalam dua jalur. Pertama, pendidikan mandiri yang merupakan representasi dari model pendidikan berdasarkan prestasi akademik dan kemampuan finansial yang cukup. Sederhananya, jalur pendidikan mandiri merupakan model pendidikan bergengsi bagi kaum elite kaya. Kedua, jalur pendidikan formal-standar yang merupakan representasi dari model pendidikan dengan kemampuan akademik dan finansial yang pas-pasan, atau boleh dibilang serba kekurangan. Sederhananya, jalur pendidikan formal-standar merupakan model pendidikan bagi kelompok miskin (menengah ke bawah).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah dengan sengaja membuat dua jalur masuk untuk mengenyam pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Terlihat jelas sekali adanya pembedaan antara kaum menegah atas dengan kaum menengah bawah. Jelas bisa kita bicarakan bahwa fasilitas dan proses pendidikannya akan jauh berbeda antara dua jalur tersebut. Karena bisa saja pendidikan melalui jalur mandiri dijadikan sebagai ajang komersialisasi, yaitu ajang bisnis bagi kaum kapitalis.

Pendidikan di Indonesia saat ini sudah harus di ubah. Pendidikan seharusnya dibuat untuk tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan semua kalangan masyarakat yang ada bukan hanya kalangan menengah atas saja. Dan proses pendidikan pun harus disamaratakan antara kaum menengah bawah dengan kaum menengah atas. Krisis moral yang ada di Indonesia saat ini sebenarnya bermula dari kerancuan dalam memahami arti dan peran pendidikan. Jika di pandang melalui perspektif sosiologi pun pendidikan harus diberikan kepada setiap manusia yang ada di bumi ini. Karena jika pembagian pendidikan sama maka masyarakat akan berfikir lebih terbuka, sehingga akan terus berpendapat bahwa pendidikan itu penting bagi siapa pun. Dan nantinya akan mempunyai pengaruh besar bagi manusia lainnya.

Semoga bermanfaat dan semangat belajar bagi calon pendidik yang akan mendidik anak bangsa di masa depan nanti.

Sumber:
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Komentar