Keluarga merupakan agen sosialisasi
yang paling dasar yang mengajarkan tentang bagaimana caranya berinteraksi
dengan dunia luar nantinya. Jika peran keluarga ini kurang dalam membentuk
kepribadian seorang anak maupun individu, maka bisa terjadi penyimpangan pada
diri anak ataupun individu tersebut nantinya. Seperti yang dijelaskan Lickona
dalam Musfiroh, terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah
kehancuran suatu bangsa, yaitu meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
ketidak jujuran yang menjadi budaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada
orangtua, pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya
kecurigaan dan kebencian, penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos
kerja, menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, meningginya
perilaku merusak diri, dan semakin kaburnya pedoman moral. Adapun dalam hal
ini, keluarga bisa menjadi aspek yang paling penting untuk membentuk nilai
moral pada diri individu.
Menurut Suseno, sikap moral yang
sebenarnya disebut moralitas, yang diartikan sebagai sikap hati seseorang yang
terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil
sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan
karena mencari keuntungan. Dengan demikian, moralitas adalah sikap dan
perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Keluarga menjadi suatu pedoman
individu dalam suatu masa perkembangannya, baik perkembangan fisik ataupun yang
lainnya. Hubungan antara orangtua dan anak sangatlah erat karena didalamnya
terjadi interaksi sosial. Selain karena faktor biologis, adanya ikatan
emosional juga menjadi salah satu faktor. Keluarga menjadi suatu wadah
berinteraksi dari diri manusia dengan lingkungan terkecilnya yaitu keluarga.
Sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan yang paling utama, keluarga
mempunyai peranan penting dalam penanaman dan pengembangan nilai moral.
Pembinaan moral yang terjadi di
lingkungan keluarga mempunyai aspek agama didalamnya, sehingga seorang individu
atau manusia itu memiliki hukum akhirat yang jika seseorang itu memiliki
kesadaran dan tanggung jawab akan apa yang dikerjakannya, maka otomatis ia
tidak akan melanggar suatu nilai moral yang sudah ada di dalam lingkungannya.
Menurut Dobbert dan Winkler, ada empat
fungsi dan peran keluarga yang sangat strategis dan penting, yaitu:
1. Identification Process
Proses identifikasi adalah proses
dimana memahami, mengerti, merespons, dan memilih nilai-nilai. Dalam hal ini,
keluarga ataupun orangtua mempunyai peranan membimbing dan mempengaruhi anak
agar mengetahui nilai-nilai.
2. Internalization Process
Pada proses ini, nilai-nilai diserap
dan dibantinkan dalam diri anak, sehingga menjadi sistem atau tatanan. Pada
proses ini, orangtua dan keluarga kembali menjadi pembimbing dalam menjadikan
nilai-nilai tersebut sebagai sistem atau tatanan pada diri anak.
3. Proses Pemodelan
Jika pada proses sebelumnya si anak
sudah berhasil membatinkan nilai-nilai tersebut pada dirinya, maka proses
selanjutnya adalah proses pemodelan atau proses pelakonan nilai-nilai.
4. Direct Reproduction
Jika pada sebelumnya yaitu proses
pemodelan si anak berhasil melakukan proses pelakonan terhadap nilai-nilainya,
maka proses selanjutnya anak telah mampu isi pesan perilaku yang ia kerjakan
pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, pada proses ini nilai-nilai sudah
menjadi pribadi dalam diri anak tersebut.
Dari fungsi dan peran di atas, dapat
ditarik kesimpulan sebenarnya orangtua dan keluarga hendaknya menguasai atau
mengetahui cara pengasuhan yang benar untuk anaknya sehingga dapat terciptanya
nilai-nilai yang nantinya akan menjadi kepribadian dalam diri anak tersebut. Di
dalam keluarga, pendidikan dilaksanakan bukan atas dasar tatanan ketentuan yang
diformalkan, tetapi tumbuh dari kesadaran moral sejati antar anggota keluarga
antara orangtua dan anak. Dengan demikian, pendidikan nilai di dalam keluarga
dibangun atas dasar emosional bukan atas dasar rasional.
Komentar
Posting Komentar