Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Fachreza Abdul Ghifari: Pendidikan Karakter Bagi Indonesia


Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk membentuk suatu generasi bangsa yang beradab dan bangsa yang berkualitas tetapi jika kita lihat pendidikan saat ini masih sangatlah jauh dari standar dan bahkan beberapa Negara menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia ini sangat berat, begitu pula system pendidikan yang masih sangat melankolis, itu tentu saja membuat generasi bangsa kita mengalami kemandekan dalam dunia pendidikan dan dengan system pembelajaran yang melankolis ini pembelajaran di kelas menjadi monoton dan selalu berulang-ulang dari tahun ke tahun, contohnya pada anak yang terlahir di era 90 hingga 2000-an yang kita tahu bahwa jika kita menggambar gunung harus selalu dengan dua gunung yang memiliki matahari di tengahnya, sawah, jalan raya, burung-burung dsb. Lalu ketika kita diajarkan membaca pasti sang pendidik ini selalu mengatakan “ini ibu budi, ibu budi pergi ke pasar, bapak budi pergi ke kantor” dan lain sebagainya. Lalu saat ini banyak sekali para pendidik lupa akan menanamkan nilai dan pendidikan untuk menjadi pribadi yang berbudi pekerti baik karena pada hakikatnya seorang pendidik yang baik adalah bukan seorang pendidik yang sekedar mencetak para generasi yang sukses secara material tetapi berhasil untuk membentuk kepribadian muridnya menjadi seorang yang berbudi pekerti luhur. Dan saat ini pula Indonesia mengalami dekadensi moral dimana moral-moral anak bangsa saat ini menurun akibat kurangnya penanaman nilai dan pendidikan yang mengacu pada pembentukan karakter akibatnya banyak anak-anak muda saat ini yang memakai narkoba, tawuran, seks bebas, konflik social dimana-mana dan lain sebagainya. Maka perlu digerakannya sebuah model pendidikan berkarakter.

Pendidikan karakter ini mengacu pada pendidikan yang menginternalisasi nilai-nilai yang sesuai dengan nilai, etika, dan moral bangsa sehingga membuat masyarakat menjadi baradab dan meningkatkan kualitas mutu jati diri bangsa. Di Indonesia saat ini mengalami dekadensi moral atau menurunnya moralitas anak bangsa seperti maraknya tawuran, narkoba, konflik social, korupsi, dsb. Oleh karena itu pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk memperbaiki perilaku masyarakat khususnya generasi muda dan seperti yang dikatakan Thomas Lickona mengenai 10 macam ciri akan hancurnya suatu bangsa yaitu salah satunya dengan meningkatnya perilaku merusak diri dan hilangnya kesadaran akan pedoman moral baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari seperti kasus di atas, seseorang menggunakan narkoba, tawuran, korupsi, dan konflik-konflik social yang terjadi dikarenakan memang di Indonesia ini pendidikan karakter dalam praksisnya sangatlah kurang. Maka dari itu hal yang fundamental dalam praksis pendidikan karakter setidaknya memenuhi 3 hal yang perlu di tekankan yaitu pertama, bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan menimbulkan budi pekerti yang luhur, pada hal yang satu ini pembentukan budi pekerti dan ketakwaan tentunya menjadi hal yang wajib pertama kali di ajarkan, dan sosialisasi primer atau keluarga harus mendidik atau memberi contoh kepada anak-anaknya agar berbudi pekerti yang luhur dan mengajarkan pendidikan keagamaan kepada anak sebelum masuk kepada tahap pendidikan umum, mengapa demikian? Emile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sumber untuk memperkuat nilai-nilai social di masyarakat, oleh karena itu disini pendidikan agama sangat penting agar tidak terjadinya suatu ketimpangan atau disfungsi social seperti contoh kasus diatas, dan pendidikan agama juga untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan memberi dasar yang kuat terhadap etika di masyarakat, karena sesungguhnya dalam pendidikan agama ini adalah modal penting yang seharusnya orangtua berikan kepada anaknya pada usia dini agar menimbulkan budi pekerti yang baik.

Kedua, harus mendidik agar para peserta didik memiliki kognitif yang dapat untuk mengembangkan kualitas ilmu pengetahuannya, karena untuk menumbuhkan karakter dan membangkitkan jati diri bangsa ini para pendidik wajib untuk memberikan pendidikan yang dapat menumbuhkan rasa keingintahuan peserta didik meningkat dan mempraktikan 4 pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu learning how to know(belajar untuk mengetahui), learning how to do (belajar untuk melakukan), learning how to be (belajar menjadi sesuatu)dan learning how to life together (belajar untuk hidup bersama), dalam 4 pilar yang disebutkan oleh UNESCO tersebut maka seorang siswa selain mereka harus mendapatkan ilmu pengetahuan di sekolahnya, mereka pun harus tau manfaat, cara mempraktikannya di kehidupan, bagaimana mereka mengkreasikan dirinya dengan mengembangkan minat dan bakat yang ia miliki, dan saling menghargai atau toleransi kepada orang di sekitarnya dan dengan begitu peserta didik akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ia miliki secara baik dan berkualitas. Ketiga, memiliki psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan yang para peserta didik miliki agar dapat bersaing dengan orang-orang asing. Dengan menerapkan ketiga hal yang mendasar tersebut secara otomatis generasi muda akan memiliki karakter yang baik dan dapat dikatakan membangkitkan jati diri bangsa, dan jika karakter generasi muda atau karakter bangsa Indonesia seperti itu tingkat penggunaan narkoba, tawuran, konflik social, korupsi, kemiskinan dsb; akan sangat minim terjadi di negeri ini sebagai mana fungsi karakter yang dapat memperkecil resiko kehancuran dan dapat bersaing secara terhormat dengan bangsa lain.

Intervensi yang sangat penting dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah perlunya intervensi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, karena saat ini umumnya di Indonesia pengembangan ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah hanyalah learning how to know (belajar sekedar mengetahui saja) sehingga sedikit para peserta didik yang tidak tahu kegunaan manfaat ilmu itu sendiri dalam kehidupan nyata, seperti contoh ketika kita sekolah, kita di ajarkan matematika, aljabar, integral dan lain sebagainya dan para pendidik yang melakukan proses pendidikan tersebut tidak mengenalkan apa sebenarnya manfaat dari ilmu tersebut begitu juga dengan ilmu yang lainnya sehingga dalam kehidupannya para generasi muda masih dapat terombang-ambing dan mudah dibodoh-bodohi untuk melakukan perilaku yang menyimpang karena mereka tidak tahu akan pentingnya suatu ilmu pengetahuan sebagai dasar  penting untuk kehidupan mereka.

Jika model pendidikan yang diberikan oleh para pendidik di sekolah terus menerus seperti “menjejalkan” segala ilmu pengetahuan dan peserta didik hanya menerima tanpa tahu manfaat dan kegunaan ilmu tersebut dalam kehidupannya maka para peserta didik seolah-olah hanya sebagai “bank” penyimpanan ilmu pengetahuan dan tidak mendapat manfaat apapun dari ilmu pengetahuan tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Paulo Freire dan mereka (peserta didik) tidak akan terbentuk menjadi para generasi yang kritis. Untuk memperbaiki semua itu maka para pendidik harus melaksanakan 4 pilar pendidikan menurut UNESCO yang telah disebutkan di atas dan mempraktikkan ke-6 pilar pendidikan karakter seperti kepercayaan, respect (toleran), tanggung jawab, keadilan, peduli, dan kewarganegaraan, dengan melaksanakan semua itu maka pelaksanaan pendidikan menurut saya akan dapat berjalan sesuai dengan fungsinya.

Komentar