Pendidikan dan Ciri
Karakter Budaya
Problem kebangsaan kontemporer sangat
kompleks, mulai dari tawuran, narkoba, korupsi, kemiskinan, hingga konflik
sosial yang dapat mengancam disintegrasi bangsa. Hal tersebut memang
sudah sering didengar, masalah ini sangat berkaitan dengan karakter, maka
pendidikan yang tepat untuk mengatasi problem kebangsaan diatas adalah
Pendidikan Karakter Nasionalisme. Pendidikan Berkarakter Nasionalisme amat
sangat penting dan kompleks dan dapat membangun dan merekonstruksi sikap dan
karakter masyarakat dalam berbagai macam hal. Dalam proses pembelajaran ini
dapat ditanamkan beberapa nilai penting di antaranya untuk menyelesaikan konflik
sosial maka dapat ditanamkan sikap toleransi agar terciptanya sikap saling
menghargai. Berikut adalah deskripsi pendidikan karakter di pesantren yang dapat
dijadikan pendidikan alternatif serta solusi pendidikan.
Pendidikan dalam Pesantren
Belum lama di tahun ini terdapat
banyak perbincangan tentang keresahan pendidikan Indonesia, hal ini dibarengi
dengan isu menurunnya pendidikan moral dan karakter bangsa. Pendidikan
Indonesia yang kini sudah mulai memudar nilai karakter bangsanya. Bukan
rahasia lagi bahwa Indonesia adalah bangsa yang multikultural, terdapat banyak
ciri karakter pada masing-masing suku dan budaya.
Islam merupakan agama yang dianut
sebagian besar di Indonesia. Perpaduan budaya Islam dengan budaya daerah
ternyata menjadi ciri khas budaya di Indonesia, kita dapat melihat hal tersebut
dalam ranah pendidikan, Pesantren misalnya.
Di dalam pesantren terdapat hal yang
menarik jika ditelisik dalam hal pendidikan, karena terjadi perpaduan budaya
yang menarik dalam praktik pendidikan di dalam pesantren, seperti pendidikan
karakter yang diterapkan disana, bukan hanya itu pesantren mengalami perubahan
yang luar biasa dalam dunia pendidikan. Banyak sekali nilai-nilai yang
diajarkan di pesantren seperti nilai religious, moral, dan nilai kebangsaan.
Nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui praktik pendidikan karakter yang di terapkan
oleh Kyai dan Ustadz pada Santri dengan cara dan metode yang unik.
Pendidikan karakter yang diterapkan
pesantren berkiblat ke arah nilai-nilai religius islam yang bersumber pada
kitab kuning, kitab ini membawa arti pembelajaran yang berbeda pada kehidupan
pendidikan lainnya.
Pendidikan karakter yang digunakan di
Amerika merupakan transformasi dari pendidikan moral, atau pendidikan
nilai-nilai. Jika di Indonesia pendidikan moral dan karakter didapatkan di
pendidikan kewarganegaraan (PKn), namun pada kenyataannya adalah pendidikan
karakter dan moral dalam sekolah di Indonesia belum sepenuhnya tercapai, hal
ini dikarenakan kurangnya perhatian terhadap budaya luar yang masuk secara
bebas sehingga hal tersebut dapat dilihat dan ditiru oleh siswa tanpa adanya
bimbingan dari orang dewasa sehingga hal inilah yang dapat menimbulkan
hilangnya karakter bangsa pada saat ini.
Menurut R.A. Sani dalam (Sani, 2011: 7)
elemen moral yang perlu dicapai dengan pelaksanaan pendidikan moral menurut
Durkheim adalah: 1) Semangat disiplin, 2) semangat membantu orang lain, 3)
kebebasan. Ketiga hal ini menjadi tiga dasar elemen yang menjadi indicator
penting dalam pendidikan karakter bangsa. Sikap semangat disiplin erat
hubungannya dengan social order dalam masyarakat, siswa harus membiasakan
ataupun dibiasakan mengatur dirinya untuk menyesuaikan diri terhadap
aturan-aturan social di masyarakat agar terciptanya social order dan
konformitas yang baik dalam satu tatanan social. Di samping itu rasa semangat
membantu orang lain juga penting Karena rasa empati tersebut menjadi cerminan
peduli sesama lain yang akan membangun sikap kemanusiaan seperti halnya tradisi
masyarakat Indonesia.
Selanjutnya pendidikan di pondok
pesantren berperan besar dalam pendidikan di Indonesia, juga pada masa ke masa
melihatkan perkembangan yang dinamis, jika awalnya lembaga pendidikan di pondok
pesantren mengutamakan pendidikan agama, kini pondok pesantren berkembang menjadi
lembaga pendidikan yang tidak kalah dengan lembaga pendidikan non-pesantren.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mempunyai ciri khas tersendiri. Cara
mengajar pun unik memiliki metode tersendiri, seorang Kyai membacakan
manuskrip berbahasa arab (kitab kuning) sedangkan para santri mendengarkan dan
memberi catatan pada kitab kuning tersebut metode ini dilakukan dengan cara
yang khas dinamakan bandongan atau layanan kolektif (collective learning process), dilakukan bersama-sama dengan kecakapan santri memberi catatan
yang praktis untuk diingat seperti metode mnemonic sehingga santri dapat mudah
menghafal isi dan arti kitab kuning tersebut. Selain itu, para santri
ditugaskan membaca kitab itu sendiri kemudian Kyai dan Ustadz mendengarkan dan
menyimak lalu mengoreksi bacaan para Santri, metode ini yang disebut dengan
sorogan atau atau layanan individu (individual learning process).
Jika di masa lalu pesantren dikenal
sebagai lembaga pendidikan yang kolot maka sekarang pesantren hadir
ditengah-tengah era modern telah berubah menjadi lembaga pendidikan yang dapat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman, pesantren dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk tipologi, yang pertama adalah bentuk tradisional, ini adalah pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan dengan cara-cara klasik, metode yang dipakai
biasanya adalah “halqah”. Ini adalah metode penghafalan ayat-ayat Al-Quran. Selanjutnya
adalah pesantren modern, pesantren ini cenderung mengadopsi cara belajar secara
klasik, pesantren modern identik dengan bangunan yang ruang kelas belajar,
dalam bentuk madrasah maupun sekolah, dan ada pula pesantren komprehensif
pesantren ini cenderung mengelaborasikan antara sistem belajar tradisional dan
klasik.
Sebagai lembaga, pesantren bermaksud
untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman yang bertitik berat kepada
pendidikan. Pesantren sebagai lembaga seharusnya dapat menghidupkan fungsinya
sebagai lembaga yang mentransferkan ilmu-ilmu agama dan nilai keislaman, selain
itu pesantren sebagai lembaga pendidikan juga dapat melakukan
kontrol sosial. Seperti yang kita ketahui tentang kehidupan pesantren,
pihak pesantren mengawasi segala aktivitas yang dilakukan oleh santri, contoh
bentuk kontrol sosial di dalam pesantren adalah memisahkan tempat ibadah dan
asrama antara laki-laki dan perempuan, hal ini dilakukan sebagai bentuk
controlling terhadap kehidupan pesantren. Dan juga pesantren sebagai lembaga
melakukan rekayasa sosial.
Di dalam sistem pendidikan pesantren
terdapat penanaman nilai-nilai pendidikan karakter yang tertanam kuat melalui praktik pendidikan yang diterapkan seperti kejujuran, kedisiplinan, keikhlasan,
berdikari, mandiri, kesederhanaan. Semua sikap tersebut dibangun dengan melatih
kebiasaan santri, sikap disiplin contohnya dilatih dengan cara memberikan
tanggung jawab sepenuhnya kepada santri untuk berdisiplin beribadah. Namun yang
tidak tertuliskan pada buku yang dikarang adalah bagaimana dengan kasus
kekerasan yang terjadi di dalam pesantren. Kekerasan ini terjadi sebagai bentuk
hukuman represif atau koersif terhadap santri yang melanggar aturan. Ha ini
dilakukan sebagai bentuk penegasan sebagai cara pendidikan behavioristik pada santri
dengan cara clasical conditioning. Ini dimaksudkan agar santri
dibiasakan untuk disiplin dan menjadi pribadi yang taat, beriman dan bertakwa
dan berakhlak mulia serta mandiri.
Dari berbagai macam metode dan cara
yang dilakukan dalam pendidikan pesantren tercerminkan bahwa pendidikan
Indonesia memiliki karakter dan konsep tersendiri tersendiri dalam pendidikan
yakni pendidikan berbasis karakter dan islami yang diterapkan oleh pesantren.
Maka dari itu hal ini juga seharusnya menjadi perhatian untuk pemerintah tidak
hanya memusatkan perhatian kepada sekolah formal saja, karena sejatinya
pesantren amat sangat berperan penting bagi pendidikan di Indonesia. Dan dari
sistem pendidikan yang diterapkan di dalam pesantren santri tidak hanya belajar
mengenai keagamaan namun juga belajar mengenai berbagai macam ilmu lainnya,
artinya pesantren mencetak santri yang mampu bersaing dalam dunia global dan
mempunyai kelebihan dalam bidang keagamaan. Disisi lain selain taat santri
dididik untuk menjadi pribadi yang saling menghormati tidak hanya kepada sesama
manusia namun juga kepada alam dan lingkungan. Maka dapat disimpulkan
pendidikan di pesantren tidak hanya melatih Intelektual Quotient (IQ)
namun juga melatih kecerdasan Emosional Quotient (EQ) san kecerdasan Spiritual
Quotient (SQ), semua itu dapat diintegrasikan dengan Comunication Qoutient
(CQ).
Pendidikan karakter tidak hanya
didapat di pesantren, namun pendidikan ini harus ditanamkan
sejak dini di keluarga mulai dari hal yang kecil seperti mengajarkan
kejujuran pada anak dan melatih disiplin. Artinya untuk memulai pendidikan yang
baik tidak semerta-merta dilakukan begitu saja, artinya adalah proses
sosialisasi dan proses pentransferan ilmu dan nilai-nilai luhur ditanamkan isa
melalui keluarga dimulai sejak dini sehingga seorang anak ketika ia besar maka
akan memegang teguh nilai-nilai luhur yang ia dapat. Hal ini akan memicu
hadirnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai budi pekerti luhur
dan dari hal tersebut maka juga akan memicu keharmonisan dalam kehidupan
masyarakat. Bahkan dapat ditanamkan nilai religius yang kuat, karena
masyarakat di Indonesia dengan ciri multi agama maka masyarakat akan memegang
teguh nilai agama, karena sebagaimana menurut Durkheim agama dapat menjadi
pusat integrasi yang kuat. Maka Pendidikan Karakter Nasionalisme ini tidak bisa
dipandang sepele melainkan amat sangat penting dan kompleks karena di dalam
Pendidikan Karakter Nasionalisme ini mengandung unsur budaya masyarakat maka
tujuan dari Pendidikan ini adalah membuat sosial order yang baik, dan
konformitas menjadi salah satu hal yang harus dibangun sebagaimana menurut R. K. Merton bahwa konformitas adalah bentuk sosialisasi yang baik di dalam masyarakat
maka sosialisasi juga harus menjadi solusi di dalam Pendidikan Karakter Nasionalisme.
Sumber:
Sani, Ridwan Abdullah. 2011. Pendidikan Karakter di Pesantren.
Jakarta: Citapustaka Media Perintis.
Komentar
Posting Komentar