Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Putri Nurhidayati: Fenomena Pendidikan Tinggi Indonesia


Pendidikan, menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan erat kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan sangat diperlukan bagi setiap individu, bahkan pendidikan dianggap menjadi pedoman dalam meneruskan kehidupan, artinya individu akan kesulitan menjalani hidup yang berkecukupan tanpa mengenyam pendidikan. Dari kenyataan ini, idealnya pemerintah menjunjung tinggi dan menomorsatukan pendidikan, tentunya tanpa mengesampingkan hal-hal yang menjadi penunjang pendidikan itu sendiri.

Dunia pendidikan di Indonesia ini tidak lepas dari berbagai fenomena pendidikan, terutama yang terjadi dalam tahun ini, salah satunya adalah masalah mengenai dana pendidikan. Akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan mengenai anggaran BOPTN atau Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang diturunkan oleh pemerintah. Penurunan subsidi Bantuan Operasional PTN 2016 yang semula sebesar 43,58 Triliun harus dipangkas menjadi 40,63 Triliun. Turunnya anggaran BOPTN sudah tentu menjadi bahan pembicaraan utama di kalangan mahasiswa akhir-akhir ini.

Berbagai dampak dari penurunan BOPTN ini adalah kenaikan biaya UKT atau uang kuliah tunggal hingga penarikan uang pangkal yang dilakukan pihak kampus demi menutupi kurangnya dana dari pemerintah, pemangkasan dana penelitian dan dana kegiatan mahasiswa, hingga pengurangan kuota penerima beasiswa. Hal ini memancing suara dari para mahasiswa terhadap semakin melambungnya dana untuk mengenyam bangku kuliah. Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri seperti UI, UGM, UNJ, UNSOED, dan unviersitas lainnya yang melakukan aksi demi menolak kenaikan UKT dan penarikan uang pangkal yang dilakukan pihak kampus masing-masing.

Penurunan BOPTN ini dinilai menyulitkan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu, karena hal ini menjadi halangan untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan putus kuliah, dan tidak dapat melanjutkan pendidikan lagi. Akibatnya, penurunan kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat terjadi, karena masyarakat, khususnya generasi muda, tidak cukup berkompeten untuk bersaing dengan dunia internasional.

Pertumbuhan ekonomi yang melemah mungkin dijadikan alasan bagi pemerintah dalam menghemat anggaran yang dikeluarkan. Tetapi jika dengan cara mengurangi anggaran BOPTN, dirasa kurang tepat. Masih banyak perguruan tinggi negeri yang fasilitas, sarana, dan prasarananya kurang memadai, sehingga kurang menunjang proses belajar mengajar di kampus. Jika pemerintah tetap memutuskan untuk menurunkan BOPTN, seharusnya pemerintah dapat memberi jalan keluar yang terbaik bagi seluruh pihak, terutama untuk mahasiswa.

Pemerintah maupun pihak kampus perlu mempertahankan kelayakan dan kenyamanan sarana dan prasarana dalam kampus, berhubung dengan penurunan anggaran BOPTN. Hendaknya hal tersebut tidak dijadikan sebagai kambing hitam. Karena tanpa kedua hal tersebut, kualitas belajar mahasiswa dapat menurun dan universitas tidak dapat melahirkan lulusan-lulusan berkompeten, oleh karena terlalu banyaknya terjadi hambatan dan kekurangan dalam proses menutut ilmu di perguruan negeri.

Sumber:
  1. http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/
  2. http://www.kompasiana.com/snriskita/penurunan-anggaran-boptn-tepat-atau-tidak_573d9083e4afbd450569b2bf
  3. http://bemfeunj.org/2016/04/24/kajian-boptn-bersama-sospol-bem-fe-unj/

Komentar