Baik disadari atau tidak, sejak kita
dilahirkan ke dunia kita telah menerima pendidikan. Yaitu, pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kita. Seiring bertambahnya usia maka pendidikan yang
kita terima pun semakin banyak. Baik itu pendidikan formal maupun nonformal.
Pendidikan secara umum merupakan hasil usaha yang dilakukan secara sadar oleh
semua elemen yang ada di sekitar kehidupan kita, baik itu orang tua, keluarga,
sahabat, ataupun masyarakat secara umum, serta lembaga-lembaga pendidikan baik
formal maupun nonformal.
Tujuan pendidikan sendiri bisa
didefinisikan sebagai salah satu unsur dari pendidikan yang berupa rumusan
tentang apa yang harus dicapai oleh para peserta didik. Fungsi dari tujuan
pendidikan adalah untuk memberikan arahan serta pedoman bagi semua jenis
pendidikan yang dilakukan. Tujuan ini juga dapat kita sebut sebagai sasaran
pencapaian yang ingin diraih serta sebagai dasar dari penentu isi pendidikan,
metode, alat, serta tolak ukur pendidikan. Jadi tujuan pendidikan secara umum adalah
untuk mengubah segala macam kebiasaan buruk yang ada dalam diri manusia menjadi
kebiasaan baik, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri menjadi pribadi
yang mampu bersaing dan menjawab berbagai tantangan di masa depan.
Pendidikan menjadi simpul dari
perubahan habitus. Dengan kata lain kita telah menempatkan pendidikan pada
posisi yang sangat mulia bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian. Hal
tersebut merupakan tujuan umum dari bentuk apa pun pendidikan yang
diselenggarakan. Namun dalam kenyataannya pendidikan di Indonesia saat ini
cenderung berorientasi pada kuantitas daripada kualitas. Terlihat dari banyak
pendidikan yang mementingkan nilai, ijazah dan gelar daripada kemampuan yang
dapat dikembangkan oleh pelajar. Lembaga pendidikan kita juga telah dibelenggu
oleh “politik uang”, sehingga hanya orang-orang kaya yang memiliki akses.
Walaupun kita sering mendengar “ kesempatan mengenyam pendidikan untuk semua
kalangan” itu benar, namun standar serta syarat dan pembiayaannya tidak membuka
kemungkinan untuk orang-orang yang tidak mampu. Dan pada akhirnya pendidikan
hanya berfungsi sebagai kepentingan kalangan kaya untuk mempertahankan status
quo nya.
Jika kita lihat dari problem
kebangsaan kontemporer yang sangat kompleks, mulai dari tawuran, narkoba,
korupsi, kemiskinan, hingga konflik sosial yang dapat mengancam disintegrasi
bangsa ini. Dapat ditarik bahwa hal itu semua terjadi karena adanya penurunan
moral. Penurunan moral tersebut semakin marak terjadi karena tidak ada atau
kurangnya penanaman karakter yang baik pada individu sewaktu dini dan semakin
banya budaya dari luar negeri yang dicontoh atau ditiru tanpa melihat apakah
itu budaya baik atau buruk. Terutama pada para pemuda yang melihat apa saja
yang dari luar negeri itu keren, kekinian, dan tidak segan-segan untuk
menirunya dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hal itu dapat
terjadi dengan mudah di Indonesia dikarenakan karakter penduduknya yang tidak
kuat dan labil. Maka dari itu, jika ditanya model pendidikan apa yang tepat
untuk mengatasi problem kebangsaan tersebut maka jawabannya adalah dengan model
pendidikan karakter. Dengan harapan seseorang yang berkarakter mampu menjadi
contoh yang bisa ditiru dan diteladani. Bukan memberikan contoh yang tidak
selayaknya ditiru oleh generasi penerus negeri ini.
Karakter adalah kunci keberhasilan
individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan
disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur,
dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain
yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat
ditentukan oleh emotional quotient. Dari hal tersebut membuat kita berfikir
betapa pentingnya pendidikan karakter dalam hal pembentukan dan perkembangan
kepribadian.
Pedagog asal Jerman, F. W. Foester,
begitu terkenal karena beliaulah yang mencetuskan pendidikan karakter yang
menekankan dimensi etis-spiritual. Tujuan pendidikan menurut Foester adalah
pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan
perilaku hidup yang dimilikinya. Bagi Foester, karakter adalah sesuatu yang
mengualifikasi seorang pribadi. Karakter jadi identitas yang mengatasi
pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas
pribadi diukur.
Pendidikan karakter dalam
pengertiannya adalah pendidikan yang menekankan pada proses pembentukan
karakter kuat pada anak didik. Dari pendidikan karakter ini diharapkan mampu
menjadi solusi dari berbagai masalah yang ada di indonesia. Mulai dari tindakan
korupsi, anarki, serta skandal-skandal para anggota dewan yang semakin
memprihatinkan.
Pendidikan karakter, hadir atas
keprihatinan kondisi dekadensi moral dari hari ke hari yang semakin akut. Namun
dalam pelaksanaannya di sekolah, pendidikan karakter belum optimal dijalankan.
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan dalam menjawab
persoalan dekadensi moral di Indonesia. Namun dalam tataran praktik atau
pelaksanaan, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah
upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya. Contohnya seperti
pemberian soal ujian matematika, jika niai murid yang mengerjakan diatas
standar kelulusan artinya murid tersebut telah berhasil. Namun apakah jika
pemberian soal mengenai pendidikan karakter dan murid menjawabnya dengan baik,
misalnya diberi soal jika ada orang yang meminta bantuan apa yang harus kita
lakukan? Dan murid tersebut menjawab memberikan bantuan, maka apakah soal
tersebut dapat benar-benar mengukur keadaan sebenarnya? Lalu apabila hal itu
benar-benar terjadi akankah terjadi seperti teorinya? Lalu apa alat ukur
pendidikan karakter? Jawabannya adalah observasi atau pengamatan yang disertai
dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya mengamati seorang murid di
kelas selama pelajaran tertentu dan kita dapat menentukan indikator jika
dia memiliki perilaku yang baik saat guru menjelaskan, seperti mendengarkan
dengan seksama, tidak ribut, dan adanya catatan yang lengkap.namun hal ini
harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya di dalam kelas saja.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter,
sekarang ini sangat diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan
lingkungan sosial. Karena pendidikan karakter akan membentuk perilaku individu
yang baik. Hal ini dikarenakan mereka akan dididik tidak hanya dengan ilmu-ilmu
dunia saja, akan tetapi mereka juga dididik tentang perilaku-perilaku yang
baik. Jika mereka mendapatkan pendidikan itu sejak dini, maka perilaku tersebut
akan terus tertanam hingga mereka dewasa. Sehingga, mereka akan menjadi remaja yang
berpendidikan dan bermoral. Pendidikan karakter juga menciptakan
individu-individu yang kuat mental. Mereka akan siap terjun ke dunia masyarakat
dan mereka tidak akan putus asa menghadapi dunia yang keras ini. Mereka-mereka
yang memiliki percaya diri yang besar akan mudah mencapai kesuksesan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan sejak dini
untuk menyambut masa depan yang lebih baik. Dari itu semua peran-peran orang
tua, guru dan lingkungan sangat berpengaruh, terutama pada masa sekolah dimana
anak mulai mengenal dunia lebih luas, makan peran guru sangat dituntut dalam
membentuk karakter muridnya. Maka dari itu model pendidikan karakter harus
lebih dimaksimalkan dalam sekolah tidak hanya teori namun dalam praktiknya.
Bagus banget artikelY tentang pembentukan karakter ini & semoga ini bisa diterapkan di negara kita
BalasHapusMenarik.
BalasHapusPatut dibaca dan direnungkan