Blog ini berisi tulisan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi A UNJ angkatan 2015 tentang permasalahan pendidikan. Seluruh tulisan ini dibuat sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia, Juni 2016.



Merista Riyani: Demi Masa Depan yang Lebih Baik - Pendidikan Karakter


Baik disadari atau tidak, sejak kita dilahirkan ke dunia kita telah menerima pendidikan. Yaitu, pendidikan yang diberikan oleh orang tua kita. Seiring bertambahnya usia maka pendidikan yang kita terima pun semakin banyak. Baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan secara umum merupakan hasil usaha yang dilakukan secara sadar oleh semua elemen yang ada di sekitar kehidupan kita, baik itu orang tua, keluarga, sahabat, ataupun masyarakat secara umum, serta lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal.

Tujuan pendidikan sendiri bisa didefinisikan sebagai salah satu unsur dari pendidikan yang berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh para peserta didik. Fungsi dari tujuan pendidikan adalah untuk memberikan arahan serta pedoman bagi semua jenis pendidikan yang dilakukan. Tujuan ini juga dapat kita sebut sebagai sasaran pencapaian yang ingin diraih serta sebagai dasar dari penentu isi pendidikan, metode, alat, serta tolak ukur pendidikan. Jadi tujuan pendidikan secara umum adalah untuk mengubah segala macam kebiasaan buruk yang ada dalam diri manusia menjadi kebiasaan baik, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri menjadi pribadi yang mampu bersaing dan menjawab berbagai tantangan di masa depan.

Pendidikan menjadi simpul dari perubahan habitus. Dengan kata lain kita telah menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat mulia bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian. Hal tersebut merupakan tujuan umum dari bentuk apa pun pendidikan yang diselenggarakan. Namun dalam kenyataannya pendidikan di Indonesia saat ini cenderung berorientasi pada kuantitas daripada kualitas. Terlihat dari banyak pendidikan yang mementingkan nilai, ijazah dan gelar daripada kemampuan yang dapat dikembangkan oleh pelajar. Lembaga pendidikan kita juga telah dibelenggu oleh “politik uang”, sehingga hanya orang-orang kaya yang memiliki akses. Walaupun kita sering mendengar “ kesempatan mengenyam pendidikan untuk semua kalangan” itu benar, namun standar serta syarat dan pembiayaannya tidak membuka kemungkinan untuk orang-orang yang tidak mampu. Dan pada akhirnya pendidikan hanya berfungsi sebagai kepentingan kalangan kaya untuk mempertahankan status quo nya.

Jika kita lihat dari problem kebangsaan kontemporer yang sangat kompleks, mulai dari tawuran, narkoba, korupsi, kemiskinan, hingga konflik sosial yang dapat mengancam disintegrasi bangsa ini. Dapat ditarik bahwa hal itu semua terjadi karena adanya penurunan moral. Penurunan moral tersebut semakin marak terjadi karena tidak ada atau kurangnya penanaman karakter yang baik pada individu sewaktu dini dan semakin banya budaya dari luar negeri yang dicontoh atau ditiru tanpa melihat apakah itu budaya baik atau buruk. Terutama pada para pemuda yang melihat apa saja yang dari luar negeri itu keren, kekinian, dan tidak segan-segan untuk menirunya dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hal itu dapat terjadi dengan mudah di Indonesia dikarenakan karakter penduduknya yang tidak kuat dan labil. Maka dari itu, jika ditanya model pendidikan apa yang tepat untuk mengatasi problem kebangsaan tersebut maka jawabannya adalah dengan model pendidikan karakter. Dengan harapan seseorang yang berkarakter mampu menjadi contoh yang bisa ditiru dan diteladani. Bukan memberikan contoh yang tidak selayaknya ditiru oleh generasi penerus negeri ini.

Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient. Dari hal tersebut membuat kita berfikir betapa pentingnya pendidikan karakter dalam hal pembentukan dan perkembangan kepribadian.

Pedagog asal Jerman, F. W. Foester, begitu terkenal karena beliaulah yang mencetuskan pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual. Tujuan pendidikan menurut Foester adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku hidup yang dimilikinya. Bagi Foester, karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter jadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas pribadi diukur.

Pendidikan karakter dalam pengertiannya adalah pendidikan yang menekankan pada proses pembentukan karakter kuat pada anak didik. Dari pendidikan karakter ini diharapkan mampu menjadi solusi dari berbagai masalah yang ada di indonesia. Mulai dari tindakan korupsi, anarki, serta skandal-skandal para anggota dewan yang semakin memprihatinkan.

Pendidikan karakter, hadir atas keprihatinan kondisi dekadensi moral dari hari ke hari yang semakin akut. Namun dalam pelaksanaannya di sekolah, pendidikan karakter belum optimal dijalankan. Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan dalam menjawab persoalan dekadensi moral di Indonesia. Namun dalam tataran praktik atau pelaksanaan, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya. Contohnya seperti pemberian soal ujian matematika, jika niai murid yang mengerjakan diatas standar kelulusan artinya murid tersebut telah berhasil. Namun apakah jika pemberian soal mengenai pendidikan karakter dan murid menjawabnya dengan baik, misalnya diberi soal jika ada orang yang meminta bantuan apa yang harus kita lakukan? Dan murid tersebut menjawab memberikan bantuan, maka apakah soal tersebut dapat benar-benar mengukur keadaan sebenarnya? Lalu apabila hal itu benar-benar terjadi akankah terjadi seperti teorinya? Lalu apa alat ukur pendidikan karakter? Jawabannya adalah observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya mengamati seorang murid di kelas selama pelajaran tertentu dan kita dapat  menentukan indikator jika dia memiliki perilaku yang baik saat guru menjelaskan, seperti mendengarkan dengan seksama, tidak ribut, dan adanya catatan yang lengkap.namun hal ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya di dalam kelas saja.

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, sekarang ini sangat diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan lingkungan sosial. Karena pendidikan karakter akan membentuk perilaku individu yang baik. Hal ini dikarenakan mereka akan dididik tidak hanya dengan ilmu-ilmu dunia saja, akan tetapi mereka juga dididik tentang perilaku-perilaku yang baik. Jika mereka mendapatkan pendidikan itu sejak dini, maka perilaku tersebut akan terus tertanam hingga mereka dewasa. Sehingga, mereka akan menjadi remaja yang berpendidikan dan bermoral. Pendidikan karakter juga menciptakan individu-individu yang kuat mental. Mereka akan siap terjun ke dunia masyarakat dan mereka tidak akan putus asa menghadapi dunia yang keras ini. Mereka-mereka yang memiliki  percaya diri yang besar akan mudah mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan sejak dini untuk menyambut masa depan yang lebih baik. Dari itu semua peran-peran orang tua, guru dan lingkungan sangat berpengaruh, terutama pada masa sekolah dimana anak mulai mengenal dunia lebih luas, makan peran guru sangat dituntut dalam membentuk karakter muridnya. Maka dari itu model pendidikan karakter harus lebih dimaksimalkan dalam sekolah tidak hanya teori namun dalam praktiknya.

Komentar

  1. Bagus banget artikelY tentang pembentukan karakter ini & semoga ini bisa diterapkan di negara kita

    BalasHapus
  2. Menarik.
    Patut dibaca dan direnungkan

    BalasHapus

Posting Komentar